Iklan

Revisi UU TNI, Ketua Sasak Nusantara: Penempatan TNI Aktif Harus Selektif dan Sesuai Konstitusi

NUSRA ID
Kamis, 26 Juni 2025, 9:00 AM Last Updated 2025-06-26T03:11:27Z


Foto: Ketua Sasaka Nusantara



NUSRA.ID - Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan DPR RI pada rapat paripurna Kamis, 20 Maret 2025, menuai perhatian luas dari berbagai kalangan. 


Perubahan signifikan dalam beleid ini, seperti diperbolehkannya prajurit aktif menduduki jabatan di 14 kementerian/lembaga negara serta penyesuaian usia pensiun prajurit, menjadi sorotan utama dalam diskursus publik mengenai masa depan peran TNI dalam sistem demokrasi Indonesia.


Salah satu pandangan kritis datang dari Ketua Sasaka Nusantara, Lalu Ibnu, dalam diskusi bertema “UU TNI sebagai Penjaga Stabilitas dan Kedaulatan Bangsa.” Ia menegaskan pentingnya revisi UU tersebut tetap berada dalam koridor konstitusi dan tidak membuka celah kembalinya praktik dwi fungsi ABRI sebagaimana terjadi di masa lalu.


“Perubahan itu perlu, sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Misalnya, jika TNI aktif ditempatkan pada jabatan fungsional, bukan struktural, itu masih bisa diterima. Namun, penempatannya harus hati-hati dan sangat selektif,” ujarnya, Kamis (19/6/2025). 


Dalam UU sebelumnya, prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas aktif. Namun, revisi terbaru membuka jalan bagi TNI aktif menjabat di 14 kementerian/lembaga tertentu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi pergeseran peran militer dari ranah pertahanan ke ranah sipil dan pemerintahan.


“Yang perlu digarisbawahi adalah posisi jabatan yang diberikan harus benar-benar dipertimbangkan. Jangan sampai ini malah membangkitkan kembali dwi fungsi ABRI,” kata Lalu Ibnu, mengacu pada era Orde Baru ketika TNI terlibat dalam politik dan pemerintahan secara struktural.


Namun demikian, ia juga melihat sisi positif dari revisi ini, terutama terkait penyesuaian usia pensiun. Dalam aturan baru, usia pensiun bintara dan tamtama ditetapkan maksimal 55 tahun, perwira sampai kolonel 58 tahun, dan perwira tinggi bintang satu hingga dua mencapai usia 60 tahun.


“Soal usia pensiun, saya kira itu tidak masalah. Wajar saja, apalagi dengan beban tugas dan peningkatan kapasitas profesional mereka,” ungkapnya.


Lalu Ibnu juga menyoroti pentingnya menjaga profesionalisme TNI di tengah kepercayaan publik yang tinggi. 


Ia mengingatkan agar TNI tetap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis. Menurutnya, perbedaan antara tugas TNI dan Polri harus dijaga secara jelas: TNI fokus pada pertahanan dan kedaulatan negara, sementara Polri pada penegakan hukum di dalam negeri.


“Kalau sudah ikut ke politik praktis, itu yang bahaya. Biarkan TNI tetap fokus menjaga kedaulatan negara. Profesionalisme itu kunci,” pungkasnya.


Ia menyebutkan, revisi UU TNI ini kini menjadi batu uji bagi arah reformasi sektor pertahanan Indonesia. Di satu sisi, ia mencerminkan kebutuhan adaptasi terhadap dinamika nasional dan global. 


Namun di sisi lain, publik berharap agar langkah ini tidak menjadi pintu masuk kembalinya pengaruh militer dalam ranah sipil yang bisa menggerus demokrasi. 


Pemerintah dan DPR kini ditantang untuk mengawal implementasinya secara bijak, demi memastikan TNI tetap menjadi pilar pertahanan negara yang netral dan profesional.

Komentar

Tampilkan

Terkini