NUSRA.ID – Pasca penggusuran ratusan pedagang di kawasan Pantai Tanjung Aan, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Federasi Mahasiswa Nasionalis (FMN) NTB dan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) NTB mengeluarkan pernyataan sikap mengecam tindakan sewenang-wenang yang dilakukan PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) bersama pemerintah daerah, kepolisian, dan pihak keamanan swasta.
Penggusuran yang terjadi beberapa waktu lalu melibatkan 700 personel keamanan dan mengakibatkan 186 pedagang kehilangan mata pencaharian, sementara sekitar 2.000 orang yang bergantung hidup di kawasan tersebut terdampak langsung. Lahan yang dikosongkan akan digunakan untuk pembangunan hotel berbintang lima dengan nilai investasi mencapai Rp2,1 triliun dari investor asal Jepang, PT Kleo.
Tak berhenti di situ, pada 21–23 Agustus 2025, pihak ITDC bersama aparat keamanan kembali mendatangi warga di Muluq, Pedau, dan Dusun Ebunut untuk melakukan pendataan sebagai persiapan penggusuran tahap berikutnya. Tercatat, sedikitnya 27 Kepala Keluarga (KK) di Muluq dan Pedau serta 44 KK di Dusun Ebunut akan terdampak dengan total luas lahan mencapai 68,95 hektare.
Warisan Konflik yang Tak Pernah Usai
Menurut FMN NTB dan AGRA NTB, persoalan penggusuran ini merupakan bagian dari konflik panjang sejak era PT Rajawali Wira Bhakti Utama (1985–1989) yang mengelola kawasan Mandalika sebelum diambil alih ITDC. Mereka menilai pemerintah dan ITDC mengabaikan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dalam setiap proses pembangunan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Bahkan, Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk HAM (OHCHR) sebelumnya telah berulang kali memperingatkan pemerintah Indonesia dan ITDC untuk menghentikan penggusuran paksa dan intimidasi terhadap warga. Namun, hingga kini, langkah-langkah represif disebut masih terus terjadi di lapangan.
Tuntutan FMN NTB dan AGRA NTB
Melalui pernyataan sikapnya, FMN NTB dan AGRA NTB menyampaikan lima tuntutan utama:
1. Pemerintah pusat dan daerah segera membentuk tim independen untuk penyelesaian konflik Mandalika.
2. PT ITDC melakukan land audit atas seluruh lahan di KEK Mandalika.
3. Pemerintah pusat, daerah, dan PT ITDC menggelar konsultasi bermakna dengan warga terdampak.
4. Menghentikan keterlibatan Vanguard, polisi, dan militer di seluruh kawasan KEK Mandalika serta mengutamakan penyelesaian berbasis HAM.
5. Mencabut status Proyek Strategis Nasional (PSN) dan KEK untuk Mandalika.
Mereka menegaskan, jika pemerintah dan ITDC tetap mengabaikan peringatan ini, konflik di KEK Mandalika akan terus berlarut-larut dan memperburuk kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimaksih Sudah Berkunjung di Website Kami