Oleh: Daeng Sani Ferdiansyah, M. Sos.
Kaprodi KPI IAIH Pancor
Pernikahan anak masih menjadi salah satu persoalan sosial yang mengakar di Lombok Timur. Data terbaru menunjukkan, meski kasusnya cenderung menurun, praktik ini tetap menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi muda. Berdasarkan catatan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, pada tahun 2023 tercatat 40 kasus pernikahan anak, menurun menjadi 38 kasus di tahun 2024, dan hingga Mei 2025 masih ditemukan 27 kasus. Angka ini memang menunjukkan progres positif, tetapi jauh dari kata tuntas.
Sebagai Kaprodi KPI IAIH Pancor, saya menilai langkah Pemda Lotim mengajak ratusan kepala desa untuk bersama-sama mencegah pernikahan anak adalah kebijakan yang visioner sekaligus strategis. Mengapa? Karena kepala desa adalah ujung tombak pemerintahan terdekat dengan masyarakat. Merekalah yang paling mengetahui denyut nadi, kultur, dan dinamika warganya. Dengan melibatkan mereka, pesan pemerintah tidak berhenti pada tataran instruksi birokratis, melainkan benar-benar hidup di tengah masyarakat.
Mengurai Akar Masalah
Banyak faktor yang melatarbelakangi masih tingginya pernikahan anak di Lotim. Dinas Kesehatan Lombok Timur mencatat, faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu utama, seperti keluarga menganggap menikahkan anak bisa mengurangi beban hidup. Di sisi lain, ada pula faktor budaya dan psikologis, seperti kecemasan orang tua bahwa anaknya tidak segera mendapat jodoh. Tak kalah penting, arus media sosial juga memengaruhi perilaku remaja, seringkali mendorong mereka mengambil keputusan instan tanpa mempertimbangkan masa depan.
Ketiga faktor, seperti ekonomi, budaya, dan digital harus dipahami secara utuh. Tidak cukup hanya melarang atau membuat regulasi, tapi perlu strategi komunikasi yang menyentuh nalar, hati, dan kebutuhan riil masyarakat.
Langkah Positif Pemda Lotim
Pemerintah daerah sebenarnya sudah menempuh sejumlah kebijakan progresif. Instruksi Bupati tahun 2021 mendorong lahirnya Peraturan Desa (Perdes) terkait pencegahan pernikahan anak. Ada pula Peraturan Bupati No. 41 Tahun 2020 yang menegaskan komitmen menunda usia perkawinan sesuai amanat Undang-Undang.
Selain itu, Pemda juga memberikan insentif berupa reward umroh bagi kepala desa yang berhasil menerbitkan Perdes pencegahan pernikahan anak. Strategi ini unik karena memadukan pendekatan moral, spiritual, dan apresiasi. Di sektor pendidikan, pemerintah menggandeng sekolah untuk memberikan edukasi sejak dini, serta membuka ruang bagi korban pernikahan anak untuk tetap melanjutkan pendidikan di dua universitas rujukan di Lombok Timur.
Langkah-langkah ini layak diapresiasi. Namun, tantangan sesungguhnya adalah bagaimana strategi itu tidak berhenti di level kebijakan, melainkan benar-benar diterima, dipahami, dan dijalankan oleh masyarakat.
Perspektif Komunikasi: Dari Larangan ke Aspirasi
Sebagai akademisi komunikasi, saya melihat perlu ada pergeseran pendekatan pesan. Selama ini, narasi pencegahan kerap menekankan larangan dan risiko. Misalnya, “Pernikahan anak menyebabkan stunting” atau “Pernikahan anak merugikan masa depan.” Pesan seperti ini penting, tetapi seringkali kurang efektif karena menimbulkan resistensi, terutama pada komunitas yang masih memandang pernikahan dini sebagai hal wajar.
Alternatifnya adalah narasi aspiratif: mengajak remaja dan orang tua melihat pernikahan sebagai fase kehidupan yang indah jika dijalani di usia yang tepat. Misalnya: “Menunda menikah demi cita-cita,” atau “Sekolah dan kuliah dulu agar rumah tangga lebih bahagia.” Pesan semacam ini membangun harapan, bukan sekadar menebar larangan.
Sinergi Media dan Komunitas
Di era digital, strategi komunikasi tidak bisa berhenti pada spanduk atau sosialisasi di aula desa. Perlu media yang lebih dekat dengan keseharian masyarakat: radio komunitas, grup WhatsApp keluarga, hingga konten singkat di media sosial. Remaja Lombok Timur hari ini adalah generasi yang akrab dengan layar gawai. Maka, konten kreatif berupa video pendek, podcast remaja, atau drama radio bisa menjadi senjata komunikasi yang lebih ampuh.
Dalam hal ini, peran mahasiswa KPI IAIH Pancor sangat relevan. Kami bisa melatih duta Genre, guru, maupun fasilitator desa untuk memproduksi konten komunikasi yang kreatif dan membumi. Cerita nyata anak-anak muda Lotim yang memilih sekolah lebih dulu sebelum menikah bisa dijadikan kampanye inspiratif.
Dukungan dan Solusi Konkret
Untuk memperkuat langkah Pemda Lotim, saya menawarkan beberapa solusi komunikasi yang bisa diterapkan, swbagai berikut:
1. Narasi Aspiratif. Fokus pada cerita sukses remaja yang menunda pernikahan demi melanjutkan pendidikan. Pendekatan storytelling jauh lebih mengena dibandingkan sekadar data statistik.
2. Pelatihan Fasilitator Digital. Fasilitator desa dan duta Genre perlu dilatih membuat konten digital, video pendek, reels, hingga podcast agar pesan pencegahan bisa menjangkau remaja di media sosial mereka.
3. Kolaborasi dengan Influencer Lokal. Tokoh agama, guru, bahkan alumni SMA/SMK yang sukses kuliah bisa dijadikan figur publik yang menyuarakan pentingnya menikah di usia yang ideal.
4. Program Media Komunitas. Radio lokal atau posyandu bisa dijadikan ruang diskusi rutin bersama orang tua. Edukasi berbasis komunitas akan lebih membumi.
5. Monitoring Perubahan Persepsi. Evaluasi berkala melalui survei desa atau forum musyawarah penting untuk mengukur apakah pesan komunikasi benar-benar mengubah pola pikir masyarakat.
Penutup
Mencegah pernikahan anak bukan hanya soal regulasi atau angka statistik, melainkan tentang menyelamatkan generasi masa depan Lombok Timur. Langkah Pemda mengajak ratusan kepala desa adalah strategi awal yang tepat. Kini, tantangan kita bersama adalah memastikan pesan pencegahan itu sampai ke hati masyarakat melalui komunikasi yang tepat, kreatif, dan berkelanjutan.
Sebagai Kaprodi KPI IAIH Pancor, saya mendukung penuh langkah Pemda Lotim. Namun, dukungan itu perlu ditindaklanjuti dengan kerja kolaboratif antara pemerintah, akademisi, komunitas, dan tentu saja generasi muda itu sendiri. Dengan komunikasi yang tepat, Lombok Timur bukan hanya akan menurunkan angka pernikahan anak, tetapi juga melahirkan generasi emas yang sehat, berpendidikan, dan siap menghadapi masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimaksih Sudah Berkunjung di Website Kami