NUSRA.ID -Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) mengelar Forum Group Discussion (FGD) Penguatan Alur Penanganan Kasus Perkawinan Anak di Desa di Lombok Tengah.
Sejumlah 38 orang dari 4 desa intervensi YGSI, Tumpak, Pengengat, Labulia, dan Jelantik mengikuti kegiatan tersebut, sebab saat ini kasus perkawinan usia anak melonjak.
Data tim YGSI, trend perkawinan anak tahun ini kembali meningkat setelah sebelumnya mengalami penurunan pada 2024 lalu.
"Padahal 2024 sempat mengalami penurunan. Namun ditahun ini tempatnya bulan Mei kemarin satu desa ditemukan sampai 5 Kasus. Dan selama 1 hari bisa 2 kasus yang terjadi ," ungkap TIM YGSI Lombok, Nurjihatul Rizkiah, Selasa, 17 Juni 2025.
FGD Pengutan Kapasitas ini tidak hanya melibatkan pemerintah melainkan juga tokoh masyarakat, tokoh adat hingga praktisi anak. Tujuannya untuk mengevaluasi dan memperkuat alur layanan penangan kasus perkawinan anak di desa dan mendorong kolaborasi dan sinergi antar pihak dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus perkawinan anak.
"Ini perlu ditanyakan apa masalah dilapangan padahal sudah ada peraturan gubenur (Pergub). Saking banyaknya kasus membuat UPTD PPA kelimpungan," katanya.
Penanganan kasus pernikahan anak, lanjut Rizkiah, tidak mesti harus diselesaikan di tingkat kabupaten. Penyelesaikan bisa dimulai dari tingkat bawah atau Kepala Dusun (Kadus). Jika kemudian tidak bisa dilevel Desa, penyelesaian bisa dilanjutkan ke tingkat Kabupaten melalui UPTD PPA.
"Dibawah di desa punya mekanisme penyelesaian pernikahan dini,disana kan sudah ada tokoh adat kepala dusun bhabinkamtibmas bhabinsa untuk menyelesaikan masalah pernikahan dini dengan mengacu pada peraturan yang ada. Biar tidak numpuk di Kabupaten," tegas perempuan yang wakili YGSI pada pertermuan internasional di Afrika ini.
Lebih jauh dia menjelaskan, setiap desa memilki peraturan desa yang menjadi rujukan penyelesaian pernikahan anak. Hanya saja yang sulit saat ini adalah menginternalisasi aturan aturan tersebut.
"Kita prihatin karena kita melawan stigma dan norma sosial. Tapi kembali bagaimana supaya kita sama sama berkomitmen cegah pernikahan usia anak ini," tambahnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram Joko Jumadi. Ia menegaskan semua pihak harus memiliki komitmen mencegah pernikahan anak. Upaya pencegahan pernikanan anak harus masuk dalam RPJMD pemerintah daerah. Selain itu sekolah sekolah bisa membentuk kelas parenting sekaligus memasukkan materi pernikahan anak dalam kurikulum.
"Yang paling utama adalah upaya pencegahan yang harus dilakukan secara sistemik. Semua pihak harus komitmen," katanya.