- -->
  • Jelajahi

    Copyright © NUSRA
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan


     

    Sekolah Unggulan di Atas Kawasan Resapan Air? GEMPAR UGR Minta Bupati Lotim Hati-Hati

    Sabtu, 06 September 2025, 4:01 PM Last Updated 2025-09-06T09:03:36Z

     


     Nusra.id - Rencana pembangunan SMA Unggulan Garuda Nusantara di kawasan Kebun Raya Lemor (KRL), Lombok Timur, menuai kritik tajam. Meski disebut-sebut sebagai program pemerintah pusat, proyek ini dikhawatirkan akan merusak kawasan resapan air vital yang menjadi sumber kehidupan bagi ribuan warga di Kecamatan Suela dan sekitarnya.


    Kebun Raya Lemor selama ini dikenal sebagai kawasan konservasi dengan pemandangan asri, udara sejuk, dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Tak hanya itu, KRL juga memiliki status hukum yang kuat. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 22/2012, kawasan ini ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK). Statusnya diperkuat Peraturan Bupati Lombok Timur No. 188.45/714/LHK/2017 yang menetapkan KRL untuk fungsi konservasi, pendidikan lingkungan, penelitian, dan wisata ekologi.


    Selain itu, Perda Kabupaten Lombok Timur No. 2 Tahun 2012 tentang RTRW menetapkan KRL sebagai Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) yang dilarang untuk alih fungsi, termasuk pembangunan fisik berskala besar.


    “Secara hukum, kawasan ini memiliki perlindungan berlapis, mulai dari undang-undang nasional hingga peraturan bupati,” tegas Sayid Usman Ali Kadafi, Ketua Umum GEMPAR UGR periode 2025/2026, Sabtu (6/9).


    Menurut Kadafi, meski lahan yang akan digunakan merupakan milik Pemda, hal itu tidak serta merta membolehkan pembangunan sekolah di kawasan resapan air. “Pemda tetap terikat aturan tata ruang. Jika melanggar, ada risiko maladministrasi bahkan konsekuensi hukum,” tegasnya.


    Kadafi juga mempertanyakan urgensi proyek tersebut. Berdasarkan data GEMPAR UGR, di lima kecamatan sekitar KRL — Aikmel, Suela, Sembalun, Wanasaba, dan Pringgabaya — sudah terdapat sekitar 30 sekolah setingkat SMA/MA. “Masalah pendidikan bukan soal jumlah sekolah, tapi kualitas, pemerataan fasilitas, dan kesejahteraan guru. Membangun sekolah baru di kawasan konservasi bukan jawaban,” ujarnya.


    Lebih jauh, Kadafi mengingatkan risiko ekologis jika pembangunan tetap dipaksakan. KRL berfungsi sebagai daerah resapan air yang menyerap hujan dan melepaskannya perlahan ke sungai-sungai kecil, menjadi sumber air bersih dan irigasi bagi masyarakat.


    “Sekali kawasan resapan ini ditutup beton, fungsi alaminya hilang selamanya. Banjir di musim hujan, kekeringan di musim kemarau, itu risiko nyata yang akan dihadapi,” tegasnya.


    Selain menjadi penyangga air, KRL juga rumah bagi sekitar 284 spesies tumbuhan, termasuk flora endemik seperti Vanda lombokensis dan begonia khas Lombok, yang keberadaannya tak tergantikan.


    GEMPAR UGR menyebut pembangunan ini berpotensi melanggar sejumlah aturan, antara lain UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU No. 32/2009 tentang PPLH, hingga Perda No. 2/2012 tentang RTRW Lombok Timur.


    Atas dasar itu, GEMPAR UGR menolak rencana pembangunan SMA Unggulan Garuda Nusantara di Kebun Raya Lemor dan mendesak Pemkab Lombok Timur mencari lokasi alternatif di luar kawasan esensial lingkungan hidup.


    “Pendidikan unggulan memang penting, tapi harus lahir dari kebijakan yang taat hukum dan berpihak pada kelestarian alam. Membangun sekolah di atas kehancuran ekosistem bukanlah pendidikan, melainkan pengkhianatan terhadap masa depan,” tutup Kadafi

    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terimaksih Sudah Berkunjung di Website Kami

    Terkini